INFORMASI DETAIL PERKARA
Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
1/Pid.Pra/2025/PN Snj | Hartawan Ishak Djarre, SE | Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kepala Kejaksaan Negeri Sinjai | Persidangan |
Tanggal Pendaftaran | Selasa, 18 Feb. 2025 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2025/PN Snj | ||||
Tanggal Surat | Selasa, 18 Feb. 2025 | ||||
Nomor Surat | 1/Pen Pra/2024/PN Snj | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA PENETAPAN
TERSANGKA DAN PENAHANAN TERSANGKA ATAS NAMA HARTAWAN ISHAK DJARRE, SE. OLEH KEJAKSAAN NEGERI SINJAI ALASAN – ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN.
1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA DAN PENAHANAN PEMOHON OLEH TERMOHON YANG TIDAK SAH KARENA MELANGGAR PASAL 184 KUHAP YAITU TIDAK DIDASARI ATAS 2 (DUA) ALAT BUKTI YANG SAH MENURUT HUKUM . 5 Alasan Hukumnya : a. Bahwa sesuai dengan amar Putusan MKRI No. 21/PUU-XII/2014 No. 11 dan 12 dan dihubungkan dengan definisi Tersangka sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, maka penetapan Tersangka oleh Termohon haruslah didasari pada Bukti Permulaan setidak-tidaknya 2 alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP, dan 2 alat bukti tersebut hanya sekedar formalitas meminta keterangan saksi, ahli, surat, dan/atau barang bukti lainnya, namun 2 alat bukti yang dimaksud adalah haruslah membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. b. Bahwa acuan dasar dan utama yang dilakukan oleh Termohon didalam melakukan penyelidikan kemudian naik pada tingkat penyidikan yang berujung pada tidakan Penetapan Tersangka dan Penahanan Tersangka (Pemohon) adalah dengan dasar alat buktinya bahwa adanya kerugian Negera. c. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU- XIV/2016, Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001, telah berubah secara sangat substansial yaitu dapat disebut adanya tindak pidana korupsi , haruslah berupa ACTUAL LOSS bukan POTENSIAL LOSS. d. Bahwa dasar penetapan kerugian Negara oleh Termohon hanya didasari pada HASIL PEMERIKSAAN INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SINJAI YANG MENETAPKAN DAN MENYATAKAN ADANYA KERUGIAN NEGARA, BUKAN BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN ADANYA KERUGIAN NEGARA DARI BPK ; e. Bahwa secara konstitusional kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tertuang dan ditegaskan dalam Pasal 23E ayat (1) Undang Undang Dasar 1945, sbb : “ Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan man- diri” Demikian dasar hukum tersebut juga ditegaskan lagi dalam Pasal 10 ayat (1) Undang – Undang No.15 Tahun 2006 tentang BPK, sbb : “ BPK dapat menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja atau lalai yang dilakukan oleh bendahara pengelola BUMN / BUMD dan Lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara “ ; 6 f. Bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. (SEMA) Nomor 4 ta- hun 2016 yang dikeluarkan setelah adanya rapat pleno pada 9 Desember 2016. Dimana dalam rumusan hukum kamar pidana pada angka 6 ditegaskan bahwa ada tidaknya kerugian negara harus didasarkan pada pemeriksaan oleh BPK, bukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat atau satuan perangkat kerja daerah (SKPD). Ditegas- kan pula untuk perkara baru yang diperiksa setelah adanya SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tersebut, harus berpedoman pada SEMA tersebut. Apalagi keru- gian negara dalam kasus korupsi kini harus dibuktikan secara pasti, seiring adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menghilangkan frasa “dapat” dalam pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor. Putusan MK itu men- jadikan kasus korupsi yang selama ini sebagai delik formil berubah menjadi delik materil. Penghitungan kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata atau pasti, SEMA Nomor 4 tahun 2016 juga dimaksudkan sebagai per- samaan pandangan diantara penegak hukum di pengadilan. MA tidak ingin ada kesan bahwa terdakwa dirugikan karena menggunakan audit dari BPKP/Inspektorat/SKPD dan bukan hasil audit dan penetapan/pernyataan adanya kerugian negara oleh BPK. ; g. Bahwa pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Daerah Kabupaten Sinjai ba- ru dilakukan 4 (empat) tahun setelah proyek selesai dikerjakan 100 % dan te- lah diterima dengan baik serta telah melewati masa pemeliharaan 180 hari sesuai Pasal 5 Kontrak Pekerjaan No. 602.1/085/PU.TR-SDA/VIII/2020, tanpa adanya keberatan dari Penyedia Pekerjaan (Kuasa Pengguna Ang- garan/Pejabat Pembuat Komitment) . h. Bahwa fakta lebih janggal dan lebih ironisnya lagi dilakukan Penyelidikan dan Penyelidikan oleh Termohon setelah terjadinya bencana alam banjir dan Angin Kecang pada tanggal 3 Juli 2021 berdasarkan Surat keterangan No. 800/31.148/BPBD oleh Pemerintah Kabupaten Sinjai Badang Penanggulan- gan Bencana Daerah tertanggal 1 Oktober 2024. Yang mengakibatkan keru- sakan pasilitas umum pemerintah ( instansi perkantoran/sekolah, sarana in- frastruktur ( jalan, Jembatan dan Saluran Irigasi lainnnya) dan pemukiman warga dibeberapa desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Sinjai. i. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan atas kasus korupsi, dengan TIDAK ADA perhitungan kerugian Keuangan Negara, sehing- ga telah bertentangan dengan Putusan MKRI NO. 21/PUU-XII/2014. j. Bahwa kejanggalan berikutnya adalah penghentian tanpa jelas atas pemerik- saan penyelidikan/Penyidikan oleh Termohon atas proyek irigasi sebelumnya yakni proyek tahun 2017 padahal sumber persoalan sebenarnya adalah proyek tersebut. 7 k. Bahwa Oleh karena itu penyelidikan dan penyidikan serta penetapan Ter- sangka dan Penahanan Tersangka terhadap diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor : B- 1910/P.4.31/Fd.1/11/2024. Tanggal 25 November 2024 dilanjutkan Penahan- an Tersangka (Pemohon) sejak tanggal 5 Februai 2025 sampai sekarang tanpa tembusan surat penahan/Penangkapan baik kepada keluarga Pemohon maupun kepada Penasihat Hukumnya, sesuai Pasal 18 Ayat (3) KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 3/PUU-XI/2013 yang dengan tegas menyatakan bahwa Tembusan surat perintah penangkapan HARUS diberikan kepada keluarga Tersangka sesegera setelah dilakukan Penangkapan. l. Bahwa dengan didasarkan pada hasil penghitungan dan penetapan atau pern- yataan adanya kerugian negara yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Ka- bupaten Sijai dan bukan didasarkan dari hasil pemeriksaan dan penetapan atau pernyataan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang adanya ke- rugian negara tersebut, sebagai lembaga yang berwenang menurut hukum, sehingga Penetapan Tersangka pada diri Pemohon yang dilakukan Termohon sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor : B- 1910/P.4.31/Fd.1/11/2024. Tanggal 25 November 2024 kemudian dilanjut- kan penahanan Pemohon pada tanggal 5 Februari 2025 tanpa adanya surat tembusan penahanan kepada keluarga atau penasihat hukum ada- lah tidak sah dan batal demi hukum serta tidak mengikat pada diri Pemohon, karena TIDAK DIDASARI ATAS 2 ALAT BUKTI YANG CUKUP sesuai 184 KUHAP. m. Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum diatas maka Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan Penahanan dalam perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Termohon adalah TIDAK SAH dan PENYIDIKAN dalam perka- ra a quo karena tidak didahului dengan adanya 2 poin penting yang harus di penuhi Termohon yaitu : 1. Bahwa Termohon tidak melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara yang bersifat ACTUAL LOSS oleh BPK RI. Selaku auditor resmi Negara yang di tunjuk berdasarkan Undang – Undang. 2. Bahwa adanya bukti dari Penyedia pekerjaan yang menganulir penyerahan atas pekerjaan 100% Pemohon. 2. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG – WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPAS- TIAN HUKUM ; Alasan Hukumnya : a. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sehingga asas hukum presumption of Innocence atau asas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut ; Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya 8 (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita termasuk da- lam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut, maka negara wajib turun tangan me- lalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan ; b. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis ; Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang ; Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum ; Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan ; Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri ; Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat ; Menurut Sudikno Mertukusumo “kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik”. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati ; c. Oemar Seno Adji menentukan prinsip “legality” merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh “Rule of Law” – konsep, maupun oleh faham “Rechtstaat” dahulu, maupun oleh konsep “Socialist Legality” ; Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi berlakunya azas “nullum delictum” dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip “legality”; d. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan / Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang; Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang; Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu; Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”; Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan; Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk 9 menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaimana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas); Demikian bertindak sewenang – wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan; Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi : - ditetapkan oleh pejabat yang berwenang - dibuat sesuai prosedur; dan - substansi yang sesuai dengan objek Keputusan Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersang- ka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku dimana dasar penyelidikan, penyidikan dan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon didasarkan pada hasil pemeriksaan, penetapan dan peryataan adanya kerugian negeri oleh In- spektorat Daerah Kabupaten Sinjai dan bukan penetapan dan pernyataan adan- ya kerugian negara oleh BPK sebagai yang berwenang menurut hukum ; Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan a quo sebagaimana diuraian ulasan Permohonan Praperadilan ini, dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Admin- istrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut : - Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah; - Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan; e. Bahwa sebagaimana dalam Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejaksaan Negeri Sinjai Nomor : Print- 29/P.4.31/Fd.1/05/2024. Tanggal 20 Mei 2024 Junto Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-1910/P.4.31/Fd.1/11/2024. Tanggal 25 November 2024. Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai tersangka terkait peristiwa Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Rehabilitasi Daerah Irigasi Aparang Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2020, sedangkan Pemohon sama sekali tidak tahu menahu peristiwa yang disangkakan Kepada Pemohon oleh Pemohon terkait peristiwa tertentu yang mana ? seperti apa kejadiannya ? Dimana dan kapan ? berapa besar jumlah kerugian Negaranya ? dan kesempatan untuk mengembalikan kerugian tetrsebut kepada Negara, Jika 10 memang hal tersebut terkait peristiwa Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Rehabilitasi Daerah Irigasi Aparang Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2020. Sejak selesainya 100 % proyek tersebut dan berakhirnya masa pemeliharaan 180 Hari, sampai dengan terjadinya BENCANA ALAM di Kabupaten Sinjai pada tanggal 3 juli 2021 sesuai surat keterangan No. 800/31.148/BPBD tanggal 1 Oktober 2024. f. Bahwa sejak penyelidikan dilakukan Termohon sampai Pemohon ditetapkan sebagai tersangka yang diketahuinya melalui viral media social (medsos), kemudian dilakukan penahan pada tanggal 5 Februari 2025, Termohon tidak pernah menyampaikan besarnya kerugian negara yang pasti (ACTUAL LOSS) dari BPK RI, sehingga secara hukum Pemohon diberi kesempatan untuk segera mengembalikan kepada Negara yang terjadi, untuk membuktikan apakah Pemohon mempunyai itikat baik atau tidak yang merupakan tolak ukur Niat dari unsur suatu peristiwa pidana (delik) g. Bahwa Pemohon tidak pernah sama sekali diundang maupun dipanggil oleh Termohon untuk bertanggung jawab atas kerugaian keuangan Negara yang telah terjadi atas terkait proses penanganan perkara yang berhubungan dengan dugaan / tuduhan / sangkaan bahwa Pemohon diduga telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik dalam tingkat penyelidikan maupun tingkat penyidikan oleh Termohon ; h. Bahwa Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang berbunyi : “ Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Dengan demikian makna dari penyidikan harus terlebih dahulu didahului mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi, dari bukti – bukti tersebut kemudian baru ditetapkan Tersangkanya, akan tetapi pada kenyataannya terhadap Pemohon telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai Tersangka baru kemudian mencari bukti – bukti dengan memanggil para saksi – saksi dan bahkan dijadikan sarana ekspose di media social sebagai sarana pemenuhan target prestasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. i. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila di- hubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka dan menahannya 11 yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka dan Penahanan terhadap Pemohon merupakan Keputusan yang tidak sah dan batal atau dapat dibatalkan menurut hukum; |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |